“ Kebenaran Menjadi Rumit Tatkala
Ketidakbenaran Menjadi Kebenaran “
Penampilan diri merupakan
aspek yang sangat diperhatikan dalam Islam, karena Islam merupakan agama yang
memberikan panduan dari hal-hal yang bersifat global sampai hal-hal yang
bersifat pribadi, apalagi penampilan diri yang ada kaitannya dengan sunah Rasul
dan kepribadian seseorang. Allah SWT telah memilihkan untuk Nabi-Nya
sunah-sunah dan memerintahkan kita untuk mengikuti Nabi dalam hal-hal tersebut
sebagai syiar-syiar atau perlambangan dan juga sebagai ciri khas untuk mengenal
para pengikut Nabi dan membedakan mereka dari golongan lain.
Berbicara mengenai masalah penampilan diri, secara fitrah semua orang pasti
ingin tampil baik dan meyakinkan dihadapan orang lain, akan tetapi terkadang
banyak orang yang tidak memperdulikan, membiarkan atau bahkan melupakan isi
dari dirinya yang sebenarnya, sebab itu tidak sedikit orang tertipu oleh
penampilan luar seseorang. Di antara
bagian tubuh yang sering diperhatikan dan menjadi salah satu aspek yang
mempengaruhi penampilan adalah rambut, posisinya yang berada di depan membuat
rambut menjadi bagian tubuh yang termasuk pertama kali dilihat oleh orang lain
dan menjadi pembeda atau ciri khas sebuah golongan.
Dan
di jaman modern ini tentunya kita tidak asing lagi dengan adanya mewarnai
rambut, memirang rambut, atau bisa kita sebut bahasa gaulnya hair dye, apalagi pada kalangan remaja saat ini. Saat ini
menyemir rambut dengan berbagai warna telah dilakukan oleh anak-anak muda
‘gaul’, mereka melakukannya bukan karena menghidupkan sunah tetapi untuk
gaya-gayaan dan mengikuti mode tren masa kini. Untuk saat ini, mewarnai rambut
menjadi berbagai macam warna bagi aktifis Islam, bisa membawa masalah
tersendiri lantaran pandangan masyarakat telah berubah, walau niat mereka
adalah untuk menghidupkan sunah. Disinilah sebuah ketidakbenaran yang mereke
anggap benar tanpa mengetahui kebenaran yang sesungguhnya akan menjadikan
kerumitan bagi pandangan masyarakat luas.
Sehingga diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa
Rasulullah saw memerintahkan untuk menyemir rambut dikarenakan pada waktu itu
orang Yahudi dan Nasrani tidak pernah menyemir rambut mereka, sehingga
Rasulullah memerintahkan hal itu untuk menyelisihi orang Yahudi dan orang
Nasrani.
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ النَّبِيُّ صلى الله
عليه وسلم إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ.[3]
Artinya: Dari Abū Hurairah Ra
ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya orang Yahudi dan Nasrani
tidak pernah menyemir rambut mereka, maka berbedalah kalian dengan mereka. (HR
Al-Bukhari)
Pada hadis lain, Rasulullah memerintahkan sahabatnya untuk menyemir rambut
yang sudah beruban, hal itu dimaksudkan untuk memperbaiki penampilan agar
terlihat tetap gagah dan segar ketika hendak berperang.
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أُتِىَ بِأَبِى قُحَافَةَ يَوْمَ
فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « غَيِّرُوا هَذَا بِشَىْءٍ وَاجْتَنِبُوا
السَّوَادَ ».[4]
Artinya: Dari Jabir Ra, ia telah berkata : Pada hari terjadinya Fathu
Makkah, Abū Quhafah, ayahanda Abū Bakr as-Ṣiddīq, didatangkan kehadapan
Rasulullah SAW, sementara rambut kepala dan jenggotnya sudah memutih seputih ṡagāmah
(tanaman yang berdaun dan berbunga putih), Rasulullah SAW lalu bersabda:
Semirlah rambutnya, hanya saja jangan dengan warna hitam.
Kedua hadis di atas dengan
tegas menjelaskan adanya perintah dari Nabi SAW untuk mengecat rambut dengan
beberapa tujuan seperti disebutkan sebelumnya. Akan tetapi ternyata Rasulullah
SAW membatasi warna yang dipakai untuk mengecat rambut itu, hadis yang
diriwayatkan dari Jabir di atas menunjukkan bahwa Rasul melarang penggunaan
warna hitam dalam mengecat rambut. Bahkan dalam hadis yang akan penulis teliti
secara lebih spesifik dan mendalam, yaitu hadis riwayat Ibn ‘Abbās, disebutkan
bahwa Rasulullah SAW mengecam keras bagi siapa saja yang menggunakan warna
hitam untuk mengecat rambut.
Ironisnya, di kalangan masyarakat sekarang ini, kebiasaan mengecat rambut
sudah menjadi suatu hal dianggap biasa saja, baik itu di kalangan remaja yang
ingin memoles diri supaya terlihat lebih keren dan gaul ataupun di kalangan
orang tua yang ingin tetap terlihat muda. Apalagi jika kita perhatikan fenomena
mengecat rambut di kalangan para artis, cat rambut mungkin sudah menjadi sebuah
kebutuhan dalam rangka memaksimalkan pekerjaan mereka di bidang entertainment,
bahan warna yang digunakan pun sudah tidak diperdulikan lagi, baik itu warna
hitam, merah, kuning, emas dan yang lainnya, yang terpenting mereka bisa
terlihat sesuai dengan apa yang mereka inginkan atau sesuai dengan tuntutan
profesi yang mereka jalani. Maka tentunya dari sini akan timbul pertanyaan,
jika realita di masyarakat mengenai fenomena mengecat rambut ternyata seperti
ini, bagaimana status kehujjahan hadis riwayat Ibn ‘Abbās yang mengecam
pemakaian warna hitam dalam mengecat rambut dengan ancaman yang cukup keras
yaitu bagi mereka yang mengecat rambut menggunakan warna hitam maka
mereka tidak akan mencium bau surga.
حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ
عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ الْجَزَرِىِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَكُونُ قَوْمٌ
يَخْضِبُونَ فِى آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لاَ
يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ[6]
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abū Taubah, telah menceritakan kepada kami,
Ubaidillah dari ‘Abdul Karīm al-Jazari dari Sa’īd bin Jubair dari Ibn ‘Abbās ia
berkata, Rasulullah SAW bersabda: Di akhir zaman nanti akan ada sekelompok
orang yang menyemir rambutnya dengan warna hitam bagaikan tembolok burung dara.
Mereka tidak akan mencium bau surga.
Mengecat rambut kepala memang merupakan masalah
yang banyak diperdebatkan dalam Islam, bahkan sejak masa awal. Suatu kebiasaan
bersolek yang tampaknya sepele namun dalam banyak hal telah membingungkan
banyak orang. Hal ini jelas, mengingat adanya referensi yang tak terbilang
banyaknya di dalam sumber-sumber Islam kuno. Banyak masalah yang timbul dalam
pembahasan kajian ini, di antaranya ialah mengapa hal itu menjadi masalah
penting? Apakah yang dipertaruhkan sehingga tradisi yang tersebar di dalam
sumber-sumber yang berasal baik dari Nabi maupun dari para tokoh pendahulu, di
mana kebiasaan mengecat ditolak atau tegas-tegas dianjurkan. Bahan-bahan cat
tertentu dipandang sebagai halal dan yang lain sebagai haram? Kapankah berita
tentang masalah mengecat itu timbul? dari manakah asal berita itu? siapakah
yang bisa dianggap bertanggung jawab dalam hal tersiarnya berita sehingga
sementara sengaja membiarkannya tetap dipersoalkan, namun sepintas lalu seperti
tak memerlukan perhatian terlalu besar?. Semua permasalah ini merupakan
permasalahan yang cukup rumit dan butuh pengkajian secara mendalam untuk bisa
menemukan titik temu sehingga bisa diambil kesimpulan yang bisa dipegang dan
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu dituntut kearifan dan
kejelian mereka ketika berniat untuk melakukannya.
Ada
dua penjelasan mengenai hal ini dari Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dan
Syaikh Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan. Penjelasan Pertama
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin pernah ditanyakan, “Apakah boleh merubah
rambut wanita yang semula berwarna hitam disemir menjadi warna selain hitam
misalnya warna merah?” Syaikh rahimahullah menjawab: Jawaban dari pertanyaan
mengenai menyemir rambut wanita yang berwarna hitam menjadi warna selainnya,
ini dibangun di atas kaedah penting. Kaedah tersebut yaitu hukum asal segala
adalah halal dan mubah. Inilah kaedah asal yang mesti diperhatikan. Misalnya
seseorang mengenakan pakaian yang dia suka atau dia berhias sesuai dengan
kemauannya, maka syari’at tidak melarang hal ini. Menyemir misalnya, hal ini
terlarang secara syar’i karena terdapat hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Ubahlah uban, namun jauhilah warna hitam”. Jika seseorang merubah uban
tersebut dengan warna selain hitam, maka inilah yang diperintahkan sebagaimana
merubah uban dengan hinaa’ (pacar) dan katm (inai). Bahkan perkara ini dapat
termasuk dalam perkara yang didiamkan (tidak dilarang dan tidak diperintahkan
dalam syari’at, artinya boleh -pen). Oleh karena itu, kami dapat merinci warna
menjadi 3 macam: Pertama adalah warna yang diperintahkan untuk
digunakan seperti hinaa’ untuk merubah uban. Kedua adalah
warna yang dilarang untuk digunakan seperti warna hitam untuk merubah uban. Ketiga
adalah warna yang didiamkan (tidak dikomentari apa-apa). Dan setiap
perkara yang syari’at ini diamkan, maka hukum asalnya adalah halal .
Berdasarkan hal ini, kami katakan bahwa hukum mewarnai rambut untuk wanita
(dengan warna selain hitam) adalah halal. Kecuali jika terdapat unsur merubah
warna rambut tersebut untuk menyerupai orang-orang kafir, maka di sini hukumnya
menjadi tidak diperbolehkan. Karena hal ini termasuk dalam masalah tasyabbuh
(menyerupai) orang kafir, sedangkan hukum tasyabuh dengan orang kafir adalah
haram. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jika
kita melihat dari dua penjelasan ulama di atas, maka dapat kita tarik kesimpulan
bahwa hukum menyemir rambut, jika ada hajat semacam sudah beruban, maka pada
saat ini dibolehkan bahkan diperintahkan. Namun apabila rambut masih dalam
keadaan hitam, lalu ingin disemir (dipirang) menjadi warna selain hitam, maka
hal ini seharusnya dijauhi. Kenapa kita katakan dijauhi? Jawabannya adalah
karena mewarnai rambut yang semula hitam menjadi warna lain biasanya dilakukan
dalam rangka tasyabbuh (meniru-niru) orang kafir atau pun meniru orang yang
gemar berbuat maksiat (baca: orang fasik) semacam meniru para artis. Inilah
yang biasa terjadi. Apalagi kita melihat bahwa orang yang bagus agamanya tidak
pernah melakukan semacam ini (yakni memirang rambutnya). Jadi perbuatan semacam
ini termasuk larangan karena rambut hitam sudahlah bagus dan tidak menunjukkan
suatu yang jelek. Jadi tidak perlu diubah. Juga melakukan semacam ini termasuk
dalam pemborosan harta.
Lalu
bagaimana dengan orang yang sudah tua dan rambutnya beruban yang ingin menyemir
rambutnya? Tentunya pertannyaan ini tidak asing lagi di telinga kita. Bagi yang
sudah berusia senja atau mungkin saja masih muda tapi sudah beruban, sangat
ingin sekali merubah warna rambutnya yang telah memutih dengan warna hitam.
Inilah tanda ketidaksabaran dari sebagian orang dengan warna rambutnya itu.
Kondisi beruban memang tidak menyenangkan bagi sebagian orang. Ada yang merasa
gatal sehingga ingin mencabut uban tersebut dari kepalanya. Atau karena
penampilan yang sudah terlihat tua, akhirnya ia pun ingin merubah uban dengan
warna lain (terutama dengan warna hitam). Padahal uban adalah cahaya seorang
mukmin di hari kiamat. An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Menurut
madzhab kami (Syafi’iyah), menyemir uban berlaku bagi laki-laki maupun
perempuan yaitu dengan shofroh (warna kuning) atau hamroh
(warna merah) dan diharamkan menyemir uban dengan warna hitam
menurut pendapat yang terkuat. Ada pula yang mengatakan bahwa hukumnya hanyalah
makruh (makruh tanzih). Namun pendapat yang menyatakan haram lebih
tepat berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “hindarilah
warna hitam”. Inilah pendapat dalam madzhab kami.”Bahan yang baik
digunakan untuk menyemir uban tadi adalah inai dan pacar.
Hukum cat
rambut menurut beberapa ulama boleh, tetapi ada juga ulama yang menghukuminya
makruh bahkan sampai mengharamkannya. Mahmud Syalthut berpendapat: Islam tidak
mengharuskan juga tidak melarang orang Islam menyemir rambutnya, juga tidak
menentukan warna semir rambut. Islam memberi kebebasan kepada umatnya sesuai
situasi dan kondisi. Rasulullah melarang kaum muslimin
untuk mengikuti jejak orang-orang yahudi dan nasrani. Oleh karena itu
Rasulullah memerintahkan untuk menyemir atau mewarnai rambut untuk membedakan
kaum muslim dengan yahudi dan nasrani. Seperti yang dikutip dari hadits riwayat
Bukhari “Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mau menyemir rambut, karena
itu berbedalah kamu dengan mereka.” Apa yang
diperintahkan ini memiliki pengertian sunnat, bukan wajib. Karena itu sebagian
sahabat seperti Abu Bakar dan Umar melaksanakannya, sedangkan Ali, Ubai bin
Ka’ab dan Anas tidak menjalankannya.
Jadi
bisa kita ketahui orang yang sudah beruban sebenarnya boleh dalam mewarnai
rambut mereka, tetapi mereka yang ingin mewarnainya hendaklah menghindari warna
hitam karena itu diharamkan. Bersabar itu lebih utama. Jangan merasa gelisah
atau risih dengan uban tersebut. Lihatlah balasan atau pahala yang Allah
berikan kelak nanti. Cahaya di hari penuh kesulitan di hari kiamat, itu lebih
utama dari gelisah dan tidak suka di dunia. Coba setiap yang beruban
merenungkan hal ini. Namun hanya Allah lah yang beri taufik dan hidayah demi
hidayah.
REFRENSI
. 2014. Penjelasan Ulama Mengenai Hukum Memirang
Rambut, [Online], (http://rumaysho.com/keluarga/penjelasan-ulama-mengenai-hukum-memirang-rambut-274.html,
diakses 31 Mei 2015)
.
2014. Bolehkah Menyemir Rambut dengan
Warna Hitam?, [online], (http://rumaysho.com/umum/bolehkah-menyemir-rambut-dengan-warna-hitam-1622.html,
diakses 31 Mei 2015)
Inayah,
Nurul. 2013. HUKUM MEWARNAI RAMBUT BAGI
UMAT ISLAM, [Online], (http://nay-inayah.blogspot.com/2013/04/hukum-mewarnai-rambut-bagi-umat-islam_8637.html,
diakses 02 Juni 2015)
Ardiansyah. 2012. HADIS RIWAYAT IBN ABBAS TENTANG MENGECAT RAMBUT DENGAN WARNA HITAM
(STUDI KRITIK SANAD), [Online], (http://curatcoret-we.blogspot.com/2012/06/hadis-riwayat-ibn-abbas-tentang.html,
diakses 02 Juni 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar