Selasa, 02 Juni 2015

MEWARNAI RAMBUT

“ Kebenaran Menjadi Rumit Tatkala Ketidakbenaran Menjadi Kebenaran “

Penampilan diri merupakan aspek yang sangat diperhatikan dalam Islam, karena Islam merupakan agama yang memberikan panduan dari hal-hal yang bersifat global sampai hal-hal yang bersifat pribadi, apalagi penampilan diri yang ada kaitannya dengan sunah Rasul dan kepribadian seseorang. Allah SWT telah memilihkan untuk Nabi-Nya sunah-sunah dan memerintahkan kita untuk mengikuti Nabi dalam hal-hal tersebut sebagai syiar-syiar atau perlambangan dan juga sebagai ciri khas untuk mengenal para pengikut Nabi dan membedakan mereka dari golongan lain.
Berbicara mengenai masalah penampilan diri, secara fitrah semua orang pasti ingin tampil baik dan meyakinkan dihadapan orang lain, akan tetapi terkadang banyak orang yang tidak memperdulikan, membiarkan atau bahkan melupakan isi dari dirinya yang sebenarnya, sebab itu tidak sedikit orang tertipu oleh penampilan luar seseorang. Di antara bagian tubuh yang sering diperhatikan dan menjadi salah satu aspek yang mempengaruhi penampilan adalah rambut, posisinya yang berada di depan membuat rambut menjadi bagian tubuh yang termasuk pertama kali dilihat oleh orang lain dan menjadi pembeda atau ciri khas sebuah golongan.
Dan di jaman modern ini tentunya kita tidak asing lagi dengan adanya mewarnai rambut, memirang rambut, atau bisa kita sebut bahasa gaulnya hair dye, apalagi pada kalangan remaja saat ini. Saat ini menyemir rambut dengan berbagai warna telah dilakukan oleh anak-anak muda ‘gaul’, mereka melakukannya bukan karena menghidupkan sunah tetapi untuk gaya-gayaan dan mengikuti mode tren masa kini. Untuk saat ini, mewarnai rambut menjadi berbagai macam warna bagi aktifis Islam, bisa membawa masalah tersendiri lantaran pandangan masyarakat telah berubah, walau niat mereka adalah untuk menghidupkan sunah. Disinilah sebuah ketidakbenaran yang mereke anggap benar tanpa mengetahui kebenaran yang sesungguhnya akan menjadikan kerumitan bagi pandangan masyarakat luas.
Sehingga diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah saw memerintahkan untuk menyemir rambut dikarenakan pada waktu itu orang Yahudi dan Nasrani tidak pernah menyemir rambut mereka, sehingga Rasulullah memerintahkan hal itu untuk menyelisihi orang Yahudi dan orang Nasrani.
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ.[3]
Artinya: Dari Abū Hurairah Ra ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya orang Yahudi dan Nasrani tidak pernah menyemir rambut mereka, maka berbedalah kalian dengan mereka. (HR Al-Bukhari)

Pada hadis lain, Rasulullah memerintahkan sahabatnya untuk menyemir rambut yang sudah beruban, hal itu dimaksudkan untuk memperbaiki penampilan agar terlihat tetap gagah dan segar ketika hendak berperang.
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أُتِىَ بِأَبِى قُحَافَةَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « غَيِّرُوا هَذَا بِشَىْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ ».[4]

Artinya: Dari Jabir Ra, ia telah berkata : Pada hari terjadinya Fathu Makkah, Abū Quhafah, ayahanda Abū Bakr as-Ṣiddīq, didatangkan kehadapan Rasulullah SAW, sementara rambut kepala dan jenggotnya sudah memutih seputih ṡagāmah (tanaman yang berdaun dan berbunga putih), Rasulullah SAW lalu bersabda: Semirlah rambutnya, hanya saja jangan dengan warna hitam.

Kedua hadis di atas dengan tegas menjelaskan adanya perintah dari Nabi SAW untuk mengecat rambut dengan beberapa tujuan seperti disebutkan sebelumnya. Akan tetapi ternyata Rasulullah SAW membatasi warna yang dipakai untuk mengecat rambut itu, hadis yang diriwayatkan dari Jabir di atas menunjukkan bahwa Rasul melarang penggunaan warna hitam dalam mengecat rambut. Bahkan dalam hadis yang akan penulis teliti secara lebih spesifik dan mendalam, yaitu hadis riwayat Ibn ‘Abbās, disebutkan bahwa Rasulullah SAW mengecam keras bagi siapa saja yang menggunakan warna hitam untuk mengecat rambut.
Ironisnya, di kalangan masyarakat sekarang ini, kebiasaan mengecat rambut sudah menjadi suatu hal dianggap biasa saja, baik itu di kalangan remaja yang ingin memoles diri supaya terlihat lebih keren dan gaul ataupun di kalangan orang tua yang ingin tetap terlihat muda. Apalagi jika kita perhatikan fenomena mengecat rambut di kalangan para artis, cat rambut mungkin sudah menjadi sebuah kebutuhan dalam rangka memaksimalkan pekerjaan mereka di bidang entertainment, bahan warna yang digunakan pun sudah tidak diperdulikan lagi, baik itu warna hitam, merah, kuning, emas dan yang lainnya, yang terpenting mereka bisa terlihat sesuai dengan apa yang mereka inginkan atau sesuai dengan tuntutan profesi yang mereka jalani. Maka tentunya dari sini akan timbul pertanyaan, jika realita di masyarakat mengenai fenomena mengecat rambut ternyata seperti ini, bagaimana status kehujjahan hadis riwayat Ibn ‘Abbās yang mengecam  pemakaian warna hitam dalam mengecat rambut dengan ancaman yang cukup keras yaitu  bagi mereka yang mengecat rambut menggunakan warna hitam maka mereka tidak akan mencium bau surga.
حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ الْجَزَرِىِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَكُونُ قَوْمٌ يَخْضِبُونَ فِى آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لاَ يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ[6]
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abū Taubah, telah menceritakan kepada kami, Ubaidillah dari ‘Abdul Karīm al-Jazari dari Sa’īd bin Jubair dari Ibn ‘Abbās ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Di akhir zaman nanti akan ada sekelompok orang yang menyemir rambutnya dengan warna hitam bagaikan tembolok burung dara. Mereka tidak akan mencium bau surga.
Mengecat rambut kepala memang merupakan masalah yang banyak diperdebatkan dalam Islam, bahkan sejak masa awal. Suatu kebiasaan bersolek yang tampaknya sepele namun dalam banyak hal telah membingungkan banyak orang. Hal ini jelas, mengingat adanya referensi yang tak terbilang banyaknya di dalam sumber-sumber Islam kuno. Banyak masalah yang timbul dalam pembahasan kajian ini, di antaranya ialah mengapa hal itu menjadi masalah penting? Apakah yang dipertaruhkan sehingga tradisi yang tersebar di dalam sumber-sumber yang berasal baik dari Nabi maupun dari para tokoh pendahulu, di mana kebiasaan mengecat ditolak atau tegas-tegas dianjurkan. Bahan-bahan cat tertentu dipandang sebagai halal dan yang lain sebagai haram? Kapankah berita tentang masalah mengecat itu timbul? dari manakah asal berita itu? siapakah yang bisa dianggap bertanggung jawab dalam hal tersiarnya berita sehingga sementara sengaja membiarkannya tetap dipersoalkan, namun sepintas lalu seperti tak memerlukan perhatian terlalu besar?. Semua permasalah ini merupakan permasalahan yang cukup rumit dan butuh pengkajian secara mendalam untuk bisa menemukan titik temu sehingga bisa diambil kesimpulan yang bisa dipegang dan dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu dituntut kearifan dan kejelian mereka ketika berniat untuk melakukannya.
Ada dua penjelasan mengenai hal ini dari Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dan Syaikh Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan. Penjelasan Pertama Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin pernah ditanyakan, “Apakah boleh merubah rambut wanita yang semula berwarna hitam disemir menjadi warna selain hitam misalnya warna merah?” Syaikh rahimahullah menjawab: Jawaban dari pertanyaan mengenai menyemir rambut wanita yang berwarna hitam menjadi warna selainnya, ini dibangun di atas kaedah penting. Kaedah tersebut yaitu hukum asal segala adalah halal dan mubah. Inilah kaedah asal yang mesti diperhatikan. Misalnya seseorang mengenakan pakaian yang dia suka atau dia berhias sesuai dengan kemauannya, maka syari’at tidak melarang hal ini. Menyemir misalnya, hal ini terlarang secara syar’i karena terdapat hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ubahlah uban, namun jauhilah warna hitam”. Jika seseorang merubah uban tersebut dengan warna selain hitam, maka inilah yang diperintahkan sebagaimana merubah uban dengan hinaa’ (pacar) dan katm (inai). Bahkan perkara ini dapat termasuk dalam perkara yang didiamkan (tidak dilarang dan tidak diperintahkan dalam syari’at, artinya boleh -pen). Oleh karena itu, kami dapat merinci warna menjadi 3 macam: Pertama adalah warna yang diperintahkan untuk digunakan seperti hinaa’ untuk merubah uban. Kedua adalah warna yang dilarang untuk digunakan seperti warna hitam untuk merubah uban. Ketiga adalah warna yang didiamkan (tidak dikomentari apa-apa). Dan setiap perkara yang syari’at ini diamkan, maka hukum asalnya adalah halal . Berdasarkan hal ini, kami katakan bahwa hukum mewarnai rambut untuk wanita (dengan warna selain hitam) adalah halal. Kecuali jika terdapat unsur merubah warna rambut tersebut untuk menyerupai orang-orang kafir, maka di sini hukumnya menjadi tidak diperbolehkan. Karena hal ini termasuk dalam masalah tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, sedangkan hukum tasyabuh dengan orang kafir adalah haram. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jika kita melihat dari dua penjelasan ulama di atas, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa hukum menyemir rambut, jika ada hajat semacam sudah beruban, maka pada saat ini dibolehkan bahkan diperintahkan. Namun apabila rambut masih dalam keadaan hitam, lalu ingin disemir (dipirang) menjadi warna selain hitam, maka hal ini seharusnya dijauhi. Kenapa kita katakan dijauhi? Jawabannya adalah karena mewarnai rambut yang semula hitam menjadi warna lain biasanya dilakukan dalam rangka tasyabbuh (meniru-niru) orang kafir atau pun meniru orang yang gemar berbuat maksiat (baca: orang fasik) semacam meniru para artis. Inilah yang biasa terjadi. Apalagi kita melihat bahwa orang yang bagus agamanya tidak pernah melakukan semacam ini (yakni memirang rambutnya). Jadi perbuatan semacam ini termasuk larangan karena rambut hitam sudahlah bagus dan tidak menunjukkan suatu yang jelek. Jadi tidak perlu diubah. Juga melakukan semacam ini termasuk dalam pemborosan harta.
Lalu bagaimana dengan orang yang sudah tua dan rambutnya beruban yang ingin menyemir rambutnya? Tentunya pertannyaan ini tidak asing lagi di telinga kita. Bagi yang sudah berusia senja atau mungkin saja masih muda tapi sudah beruban, sangat ingin sekali merubah warna rambutnya yang telah memutih dengan warna hitam. Inilah tanda ketidaksabaran dari sebagian orang dengan warna rambutnya itu. Kondisi beruban memang tidak menyenangkan bagi sebagian orang. Ada yang merasa gatal sehingga ingin mencabut uban tersebut dari kepalanya. Atau karena penampilan yang sudah terlihat tua, akhirnya ia pun ingin merubah uban dengan warna lain (terutama dengan warna hitam). Padahal uban adalah cahaya seorang mukmin di hari kiamat. An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Menurut madzhab kami (Syafi’iyah), menyemir uban berlaku bagi laki-laki maupun perempuan yaitu dengan shofroh (warna kuning) atau hamroh (warna merah) dan diharamkan menyemir uban dengan warna hitam menurut pendapat yang terkuat. Ada pula yang mengatakan bahwa hukumnya hanyalah makruh (makruh tanzih). Namun pendapat yang menyatakan haram lebih tepat berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “hindarilah warna hitam”. Inilah pendapat dalam madzhab kami.”Bahan yang baik digunakan untuk menyemir uban tadi adalah inai dan pacar.
Hukum cat rambut menurut beberapa ulama boleh, tetapi ada juga ulama yang menghukuminya makruh bahkan sampai mengharamkannya. Mahmud Syalthut berpendapat: Islam tidak mengharuskan juga tidak melarang orang Islam menyemir rambutnya, juga tidak menentukan warna semir rambut. Islam memberi kebebasan kepada umatnya sesuai situasi dan kondisi. Rasulullah melarang kaum muslimin untuk mengikuti jejak orang-orang yahudi dan nasrani. Oleh karena itu Rasulullah memerintahkan untuk menyemir atau mewarnai rambut untuk membedakan kaum muslim dengan yahudi dan nasrani. Seperti yang dikutip dari hadits riwayat Bukhari “Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mau menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka.” Apa yang diperintahkan ini memiliki pengertian sunnat, bukan wajib. Karena itu sebagian sahabat seperti Abu Bakar dan Umar melaksanakannya, sedangkan Ali, Ubai bin Ka’ab dan Anas tidak menjalankannya.
Jadi bisa kita ketahui orang yang sudah beruban sebenarnya boleh dalam mewarnai rambut mereka, tetapi mereka yang ingin mewarnainya hendaklah menghindari warna hitam karena itu diharamkan. Bersabar itu lebih utama. Jangan merasa gelisah atau risih dengan uban tersebut. Lihatlah balasan atau pahala yang Allah berikan kelak nanti. Cahaya di hari penuh kesulitan di hari kiamat, itu lebih utama dari gelisah dan tidak suka di dunia. Coba setiap yang beruban merenungkan hal ini. Namun hanya Allah lah yang beri taufik dan hidayah demi hidayah.







REFRENSI

                        . 2014. Penjelasan Ulama Mengenai Hukum Memirang Rambut, [Online], (http://rumaysho.com/keluarga/penjelasan-ulama-mengenai-hukum-memirang-rambut-274.html, diakses 31 Mei 2015)
                 . 2014. Bolehkah Menyemir Rambut dengan Warna Hitam?, [online], (http://rumaysho.com/umum/bolehkah-menyemir-rambut-dengan-warna-hitam-1622.html, diakses 31 Mei 2015)
Inayah, Nurul. 2013. HUKUM MEWARNAI RAMBUT BAGI UMAT ISLAM, [Online], (http://nay-inayah.blogspot.com/2013/04/hukum-mewarnai-rambut-bagi-umat-islam_8637.html, diakses 02 Juni 2015)
Ardiansyah. 2012. HADIS RIWAYAT IBN ABBAS TENTANG MENGECAT RAMBUT DENGAN WARNA HITAM (STUDI KRITIK SANAD), [Online], (http://curatcoret-we.blogspot.com/2012/06/hadis-riwayat-ibn-abbas-tentang.html, diakses 02 Juni 2015)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar